Kamis, 12 Maret 2015

IWAN FALS



                                                           Ambulan Zig Zag
– Iwan Fals

Dulu ambulan memasuki pelataran rumah sakit
Yang putih berkilau
Di dalam ambulan tersebut tergolek
Sosok tubuh gemuk bergelimang Perhiasan
Nyonya kaya pingsan mendengar kabar
Putranya kecelakaan
Tak lama berselang sopir helicak datang
Masuk membawa korban
Yang berkain sarung
Seluruh badannya melepuh akibat
Pangkalan bensin ecerannya . Meledak
Suster cantik datang mau menanyakan
Dia menanyakan data si korban
Dijawab dengan jerit kesakitan
Suster menyarankan bayar ongkos pengobatan
                                                         Ah sungguh sayang korban tak bawa uang
                                                         Suster cantik ngotot lalu molotot
                                                           Dan berkata, Silahkan bapak tunggu di muka
                                                           Eh modar aku jerit si pasien merasa kesakitan
                                                           Eh modar aku jerit si pasien merasa diremehkan


Burung Garuda
– Iwan Fals

Sinar matamu, tajam Namun ragu
Kokoh sayapmu, semua tahu
Tegak tubuhmu, takan tergoyahkan
Kuat jarimu, kalau mencengkeram
Bermacam suku yang berbeda
Bersatu dalam, cengkerammu
Angin genit mengelus merah putihku
Yang berkibar sedikit malu-malu
Merah membara, tertanam wabawa
Putihmu suci, penuh charisma
Pulau-pulau yang berpencar
Bersatu dalam kibarmu
Terbanglah garudaku, singkirkan kutu-kutu
Di sayapmu . . oya . . ohoh
Berkibarlah benderaku
Singkirkan benalu, di tiangmu
Hey Jangan ragu dan jangan malu
Tunjukkan pada dunia
Bahwa sebenarnya kita mampu
Mentari pagi telah membumbung tinggi
Bangunlah putra putri ibu pertiwi
Mari mandi dan gosok gigi
Setelah itu kita berjanji
Tadi pagi esok hari atau lusa nanti
Garuda bukan burung perkutut
Sang Saka bukan sandang pembalut
Dan coba kau dengarkan
Pancasila itu bukanlah rumus kode buntut
Yang hanya berisi harapan
Yang hanya berisi hayalan

 
Bento
– Iwan Fals

Namaku bento, rumah real estate
Mobilku banyak harta berlimpah
Orang memanggilku, bos eksekutif
Tokoh papan atas, atas segalanya asyik
Wajahku ganteng, banyak simpanan
Sekali lirik, okey sajalah
Bisnisku menjagal, jagal apa saja
Yang penting aku senang aku menang
Persetan orang susah, karena aku
Yang penting asyik….sekali lagi asyik

Debat soal moral
Ngomong keadilan, sarapan bagiku
Aksi tipu-tipu, lobi dan upeti, oo.jagonya
Maling kelas teri, Bandit kelas curuk
Itu kantong sampah
Siapa yang mau berguru, datang padaku
Sebut tiga kali namaku,
Bento-bento bento
Asyik

 
Bongkar
– Iwan Fals

Kalau cinta sudah dibuang
Jangan harap keadilan akan datang
Kesedihan hanya tontonan
Bagi mereka yang diperkuda jabatan
O.. o.. ya o  ya..o.. ya bongkar
O.. o.. ya o  ya..o.. ya bongkar

Sabar sabar sabar dan tunggu
Itu jawaban yang kami terima
Ternyata kita harus ke jalan
Robohkan syetan yang berdiri mengangkang
O.. o.. ya o  ya..o.. ya bongkar
O.. o.. ya o  ya..o.. ya bongkar

Penindasan serta kesewenang-wenangan
Banyak lagi teramat banyak untuk disebutkan
OiHentikan, hentikan jangan diteruskan
Kami muak,
Dengan ketidak pastian dan keserakahan

Di jalanan kami Sangatkan cita-cita
Sebab di rumah tak ada lagi yang bisa dipercaya
Orang tua, pandanglah kami sebagai manusia
Kami bertanya, tolong kau jawab dengan cinta

 
Celoteh Camar Tolol (Tampomas 2)
 – Iwan F

Api menjalar dari sebuah kapal,
Jerit ketakutan
Keras melebihi gemuruh gelombang, Yang datang
Sejuta lumba-lumba, Mengawasi cemas
Risau camar membawa kabar, tampomas terbakar
Risau camar memberi salam,
Tampomas dua tenggelam
Asap kematian dan bau daging terbakar
Terus menggelepar dalam ingatan
Hati kurasa bukan takdir tuhan
Karena aku yakin, itu tak mungkin
Korbankan ratusan jiwa,
Mereka yang belum tentu berdosa
Korbankan ratusan jiwa, demi peringatan manusia
Bukan-bukan itu, aku rasa kita pun tahu
Petaka terjadi karena salah kita sendiri
Datangnya pertolongan yang sangat diharapkan
Bagai rindukan bulan, lambang engkau pahlawan
Celoteh sang camar
Bermacam alasan, tak mau kami dengar
Dipelupuk mata hanya terlihat
Jilat api dan jerit penumpang kapal
*)Tampomas, sebuah kapal bekas,
*) Terbakar di laut lepas,
*)Itu penumpang terjun bebas,*) Beli lewat jalur culas *)Hati siapa yamg tak panas, *)Kasus ini wajib tuntas*)Koran-koran seperti amblas

 
22 Januari
– Iwan Fals

Dua-dua januari kita berjanji
Coba saling mengerti apa di dalam hati
Dua-dua januari, tidak sendiri
Aku berteman iblis yang baik hati

Jalan bergandengan tak pernah ‘da tujuan
Membelah malam
Mendung yang slalu datang
Kudekap erat

Kupandang senyummu
Dengan sorot mata yang keduanya buta
Lalu kubisikan sebaris kata-kata,
Putus asa
Sebentar lagi hujan

Dua buku teori kau pinjamkan aku
Tebal tidak berdebu kubaca slalu
Empat lembar fotomu
Dalam lemari kayu
Kupandang dan kujaga
Sampai kita jemu
Dongeng Sebelum Tidur

Jika, sepasang monyet tidur, Jadi buyut moyangku
Jika, buyut moyangku tidur, Jadi kakek nenekku
Jika, kakek dan nenek tidur, jadi ayah dan ibu
Dan jika, ayah dan ibu tidur, jadi sebiji kepala, Yaitu kepakaku

Sedangkan waktu aku yang tidur, Ngga jadi apa-apa, yang jadi Cuma
Beberapa pasang kecoa, dikolong tempat tidurku
Dan seribu armada kutu, di atas replang bentong ……. Kasurku
Walaupun mereka itu kecoa dan…kutu,
Tapi mereka tetap darah dagingku
(maka dari itu saya minta dengan amat sangat)
Anakku yang paling tua, bernama kecoa Idi Amin
lahir di Cengkareng, Ey..badannya kerempeng, matanya sedikit gereng, Kalau berjalan seperti gareng, Anakku Idi amin orang kaya,
di Cengkareng, senang pakai mobil mentereng, banyak yang tahu, mobil si Amin itu mobil curian, tapi maklum, Si Amin Kepala kerangkeng
Aku benci…aku benci sama si amin
Abis si Amin suka nempeleng, Tapi Cuma berani sama Tukang kacang goreng, Itu dulu setahun yang lalu
Ini cerita anakku yang nomor dua, perempuan lo
Cantik moleg manis seksi lahir di Kerawang, Minum jamunya wah jangan ditanya, Dari jamu galian singset sari rapet sampai tlambat datang bulan tak pernah ketinggalan
Putriku cantik putriku molek, putriku pandai memasak
Dari bifstik, nasi goreng, udang rebus sampai rendang jengkol, dia bisa
Tapi mengapa belum juga datang lamaran…hm…hm
Oh ya…Mungkin saya lupa…..Putriku mempunyai dua kekurangan
Yang mungkin itu sebabnya putriku, Vakum dalam dunia percintaan
Putriku memang anggun, Tapi sayang kepala putriku sebesar bola kasti
(Itu satu )
Yang kedua putriku tidak boleh kena air
Ayo kenapa ………..Ayan…nana..nana
Anakku yang paling bontot, pemain sepak bola
Pernah dikirim berguru atau dikirim tamasya ke brazilia,
Enam bulan di sana, Begitu pulang, keok eh kalah semua


Entah– Iwan Fals

Entah mengapa aku tak berdaya
Waktu kau bisikan jangan aku kau tinggalkan
Tak tahu dimana ada getar terasa
Waktu kau katakan kubutuh dekat denganmu
Seperti biasa, aku diam tak bicara
Hanya mampu pandangi
Bibir tipismu yang menarik
Seperti biasa, aku tak sanggup berjanji
Hanya mampu katakan,
Aku cinta kau saat ini

Entah esok hari, entah lusa nanti
Entah

Sungguh mati perempuanku
Aku tak mampu, beri sayang yang cantik
Seperti kisah cinta di dalam komik
Sungguh mati perempuanku
Buang saja angan-angan itu, lalu cepat peluk aku

Lanjutkan saja langkah kita
Tak salah Tak salah
Apa yang terasa
Sungguh mati perempuanku
Aku tak mampu, beri sayang yang cantik
Seperti kisah cinta di dalam komik


Frustasi
– Iwan Fals

Generasiku banyak yang frustasi
Broken home, istilah bule-bule luar negeri
M’reka muak, melihat papi mami bertengkar
M’reka jijik melihat papi mami slalu keluar
Ada urusan yang tak masuk diakal
Mamih sibuk cari bujangan
Papih sibuk cari perawan

Bimbang kesal, lebih baik aku menghayal
Jadi orang besar seperti Hitler yang tenar
Jadi orang tenar, persis Carter juragan kacang

Mata cekung badan persis cakung
Ningkat sedikit bingung
Pikiran mirip-mirip orang linglung
Rambut selalu kusut, di sudut,
Selalu manggut-manggut
Duduk di sudut, eh kasihan itu tubuh tinggal tulang
Sama kentut..

Eh mister gele, lu tega mata gua kok ga bisa melek
Eh mister gele, e..duit gope gua kira cepe
Eh mister gele, perut laper ada tape
Pas gua sikat asem-masem ngga tahunya tele..rerere
Galang Rambu Anarki

Galang Rambu Anarki, anakku
Lahir awal Januari menjelang Pemilu
*)Galang Rambu Anarki, Dengarlah
Terompet tahun baru menyambutmu
Galang Rambu Anarki, ingatlah
Tangisan pertamamu, ditandai BBM
Membumbung (…melambung) tinggi
Maafkan kedua orang tuamu kalau
Tak mampu beli susu
BBM naik tinggi susu tak terbeli
Orang pinter tarik subsidi
Mungkin bayi kurang gizi
Galang Rambu Anarki, anakku

Cepatlah besar matahari ku
Menangis yang keras janganlah ragu
Tinjulah congkaknya dunia, Buah hatiku
Do’a kami di nadimu
Musik : ……*)
Cepatlah besar matahari ku
Menangis yang keras janganlah ragu
Hantamlah sombongnya dunia, buah hatiku
Do’a kami di nadimu


HATTA
– Iwan Fals

Tuhan, terlalu cepat semua
Kau panggil satu satunya yang tersisa
Proklamator tercinta
Jujur lugu dan bijaksana
Mengerti apa yang tersirat dalam jiwa
Rakyat Indonesia

Hujan air mata dari pelosok negeri
Saat melepas engkau pergi
Berjuta kepala tertunduk haru
Terlintas nama seorang sahabat
Yang tak lepas dari namamu
Terbayang baktimu
Terbayang jasamu
Terbayang jelas jiwa sederhana mu

Terlintas bangga berkafan do’a
Dari kami yang merindukan orang sepertimu


Ibu – Iwan Fals

Ribuan kilo
Jalan yang kau tempuh
Lewat rintang, untuk aku anakmu

Ibuku sayang, masih terus berjalan
Walau tapak kaki
Penuh darah penuh nanah

Seperti udara
Kasih yang engkau berikan
Tak sanggup ku membalas
Ibu . . . . ibu

Ingin kudekap
Dan menangis dipangkuanmu
Sampai aku tertidur
Bagai masa kecil dulu

Lalu do’a-do’a
Balut sekujur tubuhku
Dengan apa membalas
Ibu


Imitasi

Join-join dong ayo kita kumpul duit
Tanda siap, kita berangkat
Pakaian rapih c’lana potongan napi
Taplak meja dirombak jadi dasi
Pergi kita cari sasaran
Malam ingin melepas keresahan

Lihat Poppy pakai rok mini
Lihat Nancy pakai bikini
Tapi sayang sudah di booking babe-babe

*)Otakku tegang begitu pun kawan sejalan
Cepat putar haluan
Tancap gas kita ngacir
Pergi ke Taman Lawang
Paginya Toto malamnya Titi
Paginya Sunarto, malam Sunarti
Paginya Ahmad, malamnya Asye
Paginya Ismet malam Isye

Aku melongo, persis kebo bego
Jidat mengkerut persis jidat Darto
Lihat itu potongan abisnya mirip Perempuan….*)


Isi Rimba tak ada tempat berpijak lagi
– Iwan Fals

Raung bulldozer gemuruh pohon tumbang
Berpadu dengan jerit isi rimba raya
Tawa kelakar badut-badut serakah
Tanpa HPH berbuat semuanya
Lestarikan alam hanya celoteh belaka
Lestarikan alam mengapa tidak dari dulu,
Oh mengapa     Ooh… jelas kami kecewa
Menatap rimba yang dulu perkasa
Kini tinggal cerita, pengantar lelap si buyung
*)Bencana erosi selalu datang menghatui
Tanah kering kerontang banjir datang itu pasti
Isi rimba tak ada tempat berpijak lagi
Punah dengan sendirinya
Akibat rakus manusia

Lestarikan hutan hanya celoteh belaka
Lestarikan hutan mengapa tidak dari dulu Saja
Ooh. jelas kami kecewa
Mendengar gergaji tak pernah berhenti
Demi kantong pribadi
Tak ingat rejeki generasi nanti   ……*)


Iya atau Tidak– Iwan Fals

Bicaralah nona jangan membisu
Walau s’patah kata
Tentu kudengar
Tambah senyum sedikit
Apa sih susahnya
Malah semakin manis, semanis tebu

Engkau tahu isi hatiku
Semuanya sudah aku katakan
Nanti kamu Jawab tanyaku
Iya atau tidak, itu saja
Bila hanya diam, aku tak tahu
Batu juga diam, kamu kan bukan batu
Aku tak cinta pada batu
Yang aku cinta hanya kamu
Jawab nona dengan bibirmu
Iya atau tidak itu saja

Tak aku pungkiri, aku suka wanita
Sebab aku laki-laki, masa suka pria
Kau kuraslah isi dadaku
Aku yakin ada kamu disitu
Jangan diam bicaralah
Iya atau tidak itu saja


Jendela Kelas I

Duduk di pojok, bangku deretan belakang
Didalam kelas, penuh dengan obrolan
S’lalu mengacau, laju hayalan

Dari jendela kelas, yang tak ada kacanya
Dari sana pula aku mulai mengenal
Seraut wajah berisi lamunan

Bibir merekah dan merah selalu basah
Langkahmu tenang kala engkau berjalan
Tinggi semampai gadis idaman

*)  Kau datang membawa, Sebuah cerita
Darimu itu pasti lagu ini tercipta
Darimu itu pasti lagu ini tercipta

Dari jendela kelas, yang tak ada kacanya
Tembus pandang ke kantin, bertalu rindu
Datang mengetuk, rindu hatiku
à …*)


Joni Kesiangan

Habis bulan, diantar gajian
Joni Kesiangan, bersiul tanda girang
Dapat cium sayang, dari istrinya
Dia merengek manja, minta kacamata
Penutup Kepala
Janjikan papa ya, janjikan papa ya

Joni kesal, lalu masuk kamar
Si istri datang, mengajak senam malam…busyet
Ogah ah, Joni sudah bosan
Istri yang sekarang, jempolnya ketombean

Mbak Tati tante seb’rang jalan
Sudah menjanjikan, Joni n’tuk bermalam
Dengan imbalan telur setengah matang

Tengah malam, Joni asyik berkencan
Tapinya pintu depan, digedor-gedor orang
Oho hansip datang, membawa pentungan
Joni kelimpungan, masuk kolong ranjang

Joni Kesiangan….Joni kesiangan


Kemesraan
 – Iwan Fals

Suatu hari, di kala kita duduk di tepi pantai
Dan memandang, ombak di lautan yang kian menepi
Burung camar, terbang bermain di derunya air
Suara alam ini hangatkan jiwa kita
Sementara, sinar surya perlahan mulai tenggelam
Suara gitarmu, mengalunkan melodi tentang cinta
Ada hati, membara erat bersatu
Getar seluruh jiwa, tercurah saat itu
Kemesraan ini, janganlah cepat berlalu
Kemesraan ini, ingin kukenang selalu
Hatiku damai, jiwaku tentram di sampingmu
Hatiku damai, jiwaku tentram bersamamu

Sementara, sinar surya perlahan mulai tenggelam
Suara gitarmu, mengalunkan melodi tentang cinta
Ada hati, membara erat bersatu
Getar seluruh jiwa, tercurah saat itu

Kemesraan ini, janganlah cepat berlalu
Kemesraan ini, ingin kukenang selalu
Hatiku damai, jiwaku tentram di sampingmu
Hatiku damai, jiwaku tentram bersamamu
Kereta Tiba Pukul Berapa– Iwan Fals

Hilang sabar di hati
Dan tak terbendung lagi, waktu itu
Lama memang kutunggu kedatanganmu
Sobat karibku
Datang telegram darimu
Dua hari yang lalu, tunggu aku
Di stasiun kereta itu pukul Satu

Kupacu speda motorku
Jarum jam tak mau menunggu, maklum rindu
Trafik light aku lewati,
Lampu merah tak peduli, jalan terus. . .asyik
Di depan ada polantas
Wajahnya begitu buas
Tangkap aku
Tawar menawar harga pas, tancap gas
Sampai stasiun kereta, pukul setengah dua
Duduk aku menunggu,
Tanya loket dan penjaga
Kereta tiba pukul berapa
Biasanya kereta terlambat
Dua jam mungkin biasa


Kisah Motorku

Hey Bapak Kopral, saya datang mau lapor
Tadi malam waktu saya sedang molor
Telah kehilangan, sepeda motor
Di rumah teman saya, yang bermata bolor
Baik anak muda, kuterima laporanmu
Tapi mengapa ko lapor hari sudah bedug lohor
Juga kenapa kok lapor, hanya pakai celana kolor
Tunggu saja sebulan, nanti bapak beri kabar
Sekarang engkau boleh pulang

Lama kutunggu kabar dari Bapak Kopral
Kenapa ngga nongol-nongol sehingga gua dongkol
Lalu aku pergi menuju kantor polisi
Tapi ngga jadi, sebab kabel listrik perut saya
Konsleting…. Oh kiranya, saya lupa setor, Tadi pagi

Terpaksa sore hari saya baru pergi, kon…troll
Ternyata speda motor ada di garasi Kantor polisi
Sudah tak beraqi, sudah tak berlampu
Tutup tangki hilang, kaca spion kok melayang

Dia bilang waktu diketemukan, Sudah demikian….
Memang tak beraqi ko, memang tak berlampu ko
Tutup tangki hilang, kaca spion kok melayang

Bolehkah motor ini saya bawa pulang
Bapak Kopral
Oh …. Tentu saja boleh engkau bawa pulang
Asal engkau tahu diri


Lancar
– Iwan Fals

Sejak Palapaku, mengorbit ke angkasa
Kemajuan teknologiku semakin menggila
Komunikasi pun bertambah mudah
Walau itu jauh di luar kota

*) Di sana-sini dan dimana-mana
Terlihat berita tentang pembangunan
Terciptalah kini pemerataan
Nah .. bangsaku kini telah di pintu kemajuan

Tinggal semua perlu kesadaran
Jangan kita berpangku tangan
Teruskan hasil perjuangan
Dengan jalan apa saja, Yang pasti kita temukan
Asal jangan pembangunan dijadikan korban
Asal jangan pembangunan hanya untuk si tuan polan  ..*)
Asal jangan pembangunan

~Dibuat kesempatan. .
~Dijadikan korban. .
~Bikin resah kaum susah . .
~Bikin mandul hutan gundul. .
~Bikin gendut kulit perut. .
~Bikin subur kaum makmur. .
~Bikin kotor meja kantor. .


Manusia Setengah Dewa
– Iwan Fals

Wahai presiden kami yang baru
Kamu harus dengar suara ini
Suara yang keluar dari dalam goa
Goa yang penuh lumut kebosanan
Walau hidup adalah permainan
Walau hidup adalah hiburan
Tetapi kami tak mau dipermainkan
Dan kami juga bukan hiburan
Turunkan harga secepatnya
Berikan kami pekerjaan
Pasti kuangkat engkau
Menjadi manusia setengah dewa
Masalah moral, masalah akhlak
Biar kami cari sendiri
Urus saja moralmu, urus saja akhlakmu
Peraturan yang sehat
Yang kami mau
Tegakan hukum setegak-tegaknya
Adil dan tegas tak pandang bulu
Pasti kuangkat engkau
Menjadi manusia setengah dewa


Menanti kekasih
– Iwan Fals

Bila mentari, bersinar lagi
Hatiku pun ceria kembali
 Ku tatap mega, tiada hitam
Betapa indah hari ini

Ku menanti seorang kekasih
Yang tercantik yang datang di hari ini
Adakah dia kan slalu setia
Bersanding hidup penuh pesona
Harapanku

Jangan kau tak menepati janji
Datanglah dengan kasih
Andai kau tak datang kali ini
Punah harapanku


Negara

Negara harus bebaskan biaya pendidikan
Negara harus bebas biaya kesehatan
Negara harus ciptakan perkerjaan
Negara harus adil tidak memihak
Itulah tugas negara, itulah gunanya negara
Itulah artinya negara, Tempat kita bersandar dan berharap
Mengapa tidak orang kita kaya raya
Baik alam, maupun manusianya
Dan ini yang kita pelajari, sejak bayi
Hanya saja kita tak pandai mengolahnya
Oleh karena itu, bebaskan biaya pendidikan
Biar kita pandai mengarungi samudera hidup
Biar kita tak mudah dibodohi dan ditipu
Oleh karena itu biarkan kami sehat
Agar mampu menjaga kedaulatan tanah air ini
*)Negara, negara, negara, harus seperti itu
Bukan hanya di surga di dunia pun bisa
Negara, negara, negara, harus begitu
Kalau tidak bubarkan saja
Atau kuadukan pada sang pencipta
Negara harus berikan rasa aman
Negara harus hormati setiap keyakinan
Negara harus bersahabat dengan alam
Negara harus menghargai kebebasan
Itulah tugas negara, itulah gunanya negara
Itulah artinya negara, Tempat kita bersandar dan berharap*)

 
Obat Awet Muda

Tante-tante yang kesepian
Bertingkah seperti perawan
Berlomba-lombaa mencari pasangan
Persis oplet tua yang cari omprengan
Di ujung jalan
Saling berebut cari muatan
Selop tasik gaun model Paris
Eye shadow parfum import
Duduk di belakang stir mobil Mercedes
Pasangannya seorang pemuda
Yang jimatnya Melebihi dosis
Sebesar burung belibis, Aku mendesis
Musik:….
Tuan yang merasa hidung belang
Keranjingan main Perempuan
Tak peduli itu istri orang
Yang penting bisa ngasah pedang
Warisan dari nenek moyang
Pedang tajam wanita ditendang
Jangan nyonya ingat kan suami
Jangan tuan ingat anak istri
Jawab mereka apa justru itu…
Harus kami lakukan….mengapa harus dilakukan…karena itu….karena itu
Obat awet muda


Puing– Iwan Fals

Perang-perang lagi, semakin menjadi
Berita ini hari, berita jerit pengungsi
Lidah anjing kerempeng, Berdecak keras beringas
Melihat tulang belulang,
Serdadu boneka yang malang
Tuan tolonglah tuan, Perang dihentikan
Lihatlah di tanah yang basah
Air mata bercampur darah
Bosankah telinga tuan
Mendengar teriak dendam
Jemukah hidung tuan
Mencium amis jantung korban
Jejak kaki para pengungsi,
Bercengkrama dengan derita
Jejak kaki para pengungsi,
Bercerita pada penguasa (2x)
Tentang ternaknya~,~ temannya~,~ adiknya~,
~Abangnya~,~ ayahnya~,~ anaknya~,~ neneknya~,
~Pacarnya~,~ istrinya~,~ harapannya yang mati
Perang-perang lagi, Mungkinkah berhenti
Bila setiap negara, Berlomba dekap senjata
Dengan napsu yang makin menggila, Nuklir pun tercipta
Tampaknya sang jendral bangga, Di mimbar dia berkata
Untuk perdamaian, Demi~, guna~, dalih~, 2x
Mana mungkin, bisa terwujudkan
Semua hanya alasan, Semua hanya bohong besar


Pengobral Dosa
– Iwan Fals

Di sudut dekat gerbong yang tak terpakai
Perempuan ber mik up tebal
Dengan rokok di tangan
Menunggu tamu yang datang
Terpisah dari ramai
Berteman nyamuk nakal
Dan sejuta harapan
Kapan kan datang tuan berkantong tebal

Habis berbatang-batang
Tuan belum datang
Dalam hati resah menjerit bimbang
Apakah esok hari anak-anakku dapat makan
Oh tuhan beri setetes rezeki

Dalam hati yang bimbang berdo’a
Beri terang jalan anak hamba
Kabulkanlah tuhan


Pesawat Tempurku
– Iwan Fals

Waktu kau lewat aku sedang mainkan gitar
Sebuah lagu yang ku nyanyikan Tentang dirimu
S’perti kemarin kamu hanya lemparkan senyum
Lalu pergi begitu saja Bagai pesawat tempur
Hey kau yang manis singgahlah dan ikut bernyanyi
Sebentar saja nona sebentar saja hanya sebentar
Rayuan mautku tlah membuat kau jadi galak
Bagai s’orang diplomat ulung, engkau mengelak
Kalau saja aku, bukanlah penganggur
Sudah kupacari kau
Jangan bilang tidak, Bilang saja iya
Iya lebih baik dari pada kau menangis
Penguasa penguasa berilah hambamu uang
Beri hamba uang  ( 4 x)
Penguasa penguasa berilah hambamu uang
Beri hamba uang  ( 4 x)
O  . . . ya andai kata, dunia tidak punya tentara
Tentu tak ada perang, yang banyak makan biaya
O  o . . . ya andai kata, dana perang buat diriku
Tentu selalu singgah bukan Cuma tersenyum
Kalau hanya senyum, yang kau berikan
Westerling pun tersenyum
Bersinggahlah sayang, pesawat tempurku
Mendarat di dalam sanubariku

 
Sais Pedati
– Iwan Fals

Bergerak perlahan dengan pasti
Di jalan datar yang berlumpur
Sekali Terdengar geletar cemeti
Diiringi teriakan lantang si tua sais pedati
Gerak pedati sebentar berhenti
Tampak si tua sais pedati
Mulai membuka bungkusan nasi
Yang dibekali sang istri
Gerak pedati lalu jalan lagi
Singgah di setiap desa
Tanpa ragu-ragu, tanpa malu-malu
Napas segar terhembus, dari sepasang lembu
Yang tak pernah merasakan, sesak polusi
Dia tak pernah memerlukan
Dia tak pernah membutuhkan
Solar dan ganti oli, bensin dan ganti busi
Apa lagi cas aki
Dia tak pernah kebingungan
Dia tak pernah ketakutan
Apa kata orang,
Tentang gawatnya krisis energi
Gerak pedati dan lenguh lembu
Seember rumput dan gletar cemeti
Seakan suara adzan yang dikasetkan
Sementara itu, sang bilal pulas mendengkur



Sarjana Muda
 – Iwan Fals

Berjalan s’orang pria muda,
Dengan jaket lusuh di pundaknya
Di sela bibir nampak mengering
Terselip S’batang rumput liar
(*) Jelas menatap awan berarak
Wajah murung s’makin terlihat
Dengan langkah gontai tak terarah
K’ringat bercampur debu jalinan
Engkau sarjana muda, Resah mencari kerja
Mengandalkan ijasahmu
4 tahun lamanya bergelut dengan buku
N’tuk jaminan masa depan
Langkah kakimu terhenti di depan halaman
Sebuah jawatan
Tercenung lesu engkau melangkah
Dari pintu kantor yang diharapkan
Terngiang kata tiada lowongan
Untuk kerja yang didambakan
Tak peduli berusaha lagi
Namun kata sama kau dapatkan (…..*)
Engkau sarjana muda, resah tak dapat kerja
Tak berguna ijasahmu
4 tahun lamanya bergelut dengan buku
Sia-sia Semuanya        maaf ibu


Sumbang
– Iwan Fals

Kuatnya belenggu besi, mengikat kedua kaki
Tajamnya ujung belati, menghujam di ulu hati
Sanggupkah tak akan mati, Walau akhirnya pasti mati
Di kepala tanpa baja, di tangan tanpa senjata
Ah itu soal biasa, yang singgah di depan mata kita
*)Lesunya kain bendera di halaman rumah kita
Bukan satu alasan untuk kita tinggalkan
Banyaknya persoalan yang datang dan kenal kasihan
Menyerang dalam gelap
Memburu kala haru, dengan cara main kayu
Tinggalkan bekas biru lalu pergi tanpa ragu
Memburu kala haru, dengan cara main kayu
Tinggalkan bekas biru lalu pergi tanpa ragu
Setan-setan politik kan datang mencekik
Walau di masa paceklik tetap mencekik
Apakah selamanya politik itu kejam
Apakah selamanya dia datang tuk menghantam
Ataukah memang itu yang sudah digariskan
Menjilat, menghasut, menindas,
Memperkosa hak-hak sewajarnya
Maling teriak maling, Sembunyi balik dinding
Pengecut lari terkencing-kencing
Tikam dari belakang, lawan lengah diterjang
Lalu sibuk (kasak-kusuk)mencari Kambing hitam
Selusin kepala tak berdosa
Berteriak hingga serak, di dalam negeri yang congkak
Lalu tenang dalam tertawa ya ha ha


Serdadu
– Iwan Fals 

*Isi kepala di balik topi baja
Semua serdadu pasti tak jauh berbeda
Tak peduli perwira bintara atau tamtama,Tetap tentara
Kata berita gagah perkasa,
Apalagi sedang kontak senjata
Persetan siapa saja, musuhnya
Perintah datang karang pun di hantam
Serdadu seperti peluru, Tekan picu melesat tak ragu
Serdadu seperti belati, Tak hirau kan tumpul dan berkarat
Umpan bergizi, oh titah bapak menteri
Apakah sudah terbukti, Bila saja masih ada
Buruknya kabar burung,
Tetap jatah prajurit yang terjepit
Serdadu seperti peluru, Tekan picu, melesat tak ragu
Serdadu seperti belati, Tak hirau kan tumpul dan berkarat
**Lantang suaramu otot kawat tulang besi
Susu telur kacang dicuek tradisi
Luncuran tegaknya keadilan negeri ini,
Serdadu harus pasti
Serdadu pasti akan ditunggu,
Tolong kantongkan napas perangmu
Serdadu rabalah dada kami
Mintakan hati jangan pakai belati
Serdadu jangan mau dibuat, Karena ini jelas meratap
Serdadu..oy  jangan lemah sahwat,
Banyak peti tak sudi melihat ..*) **)


Tak Biru lagi Lautku
 – Iwan Fals

Hamparan pasir tampak putih berbuih
Kala sisa ombak merayap
Hamparan pasir t’rasa panas menyengat
Di t’lapak kaki yang berkeringat
Camar-camar hitam terbang rendah melayang
Di s’kitar perahu nelayan
Daun kelapa elok saat melambai
Mengikuti arah angin
Tampak ombak kejar mengejar menuju karang
Menampar tubuh pencari ikan
S’milir angin berhembus bawa dendang unggas laut
S’perti restui jala nelayan
Gurau mereka ow memang akrab dengan alam
Kudengar dari kejauhan
Dan batu-batu karas tertawa ramah bersahabat
Memaksa aku ‘tuk bernyanyi
Tampak ombak kejar mengejar menuju karang
Menampar tubuh pencari ikan
S’milir angin berhembus bawa dendang unggas laut
S’perti restui jala nelayan
Itu dahulu berapa tahun yang lalu
Cerita orang tuaku
Sangat berbeda dengan apa yang ada
Tak biru lagi lautku
Tak riuh lagi camarku
Tak rapat lagi jalamu
Tak kokoh lagi karangku
Tak kuat lagi ombakmu
Tak elok lagi daun kelapaku
Tak senyum lagi nelayanku

 
Tarmijah
– Iwan Fals

Cerita duka, pembantu rumah tangga
Harga Tarmijah, s’bulan 8 ribu rupiah
Di pagi buta, sedang pulas tidur kita
Neng tarmijah, sudah bangun lalu bekerja
Siapkan sarapan, bersihkan halaman
Siapkan pakaian, seragam s’kolah
Untuk anak majikan
Setelah beres, Tarmijah dipanggil nyonya
Pergi ke pasar, belanja ini hari
Asin sedikit, Tarmijah dicaci maki
Masakan lezat, tak pernah dipuji
Oh. . . sudah pasti keki
Namun hanya disimpan, dalam hati

Di malam minggu, anak majikan berdandan
Sambut sang pacar, itu suatu kewajiban

S’karang Tarmijah tak mau ketinggalan
Lalu berdandan, siap untuk berkencan

Nyonya majikan m’lihat Tarmijah berkencan
Di muka rumah terhalang pagar halaman
Nyonya naik pitam, Tarmijah kena hantam
Nyonya naik pitam, Tarmijah kena hantam
Tarmijah K O
Tikus-tikus Kantor

Kisah usang, tikus-tikus kantor
Yang suka berenang, di sungai yang kotor
Kisah usang, tikus-tikus berdasi
Yang suka ingkar janji, lalu sembunyi
Di balik meja, teman sekerja
Di dalam lemari dari baja
Kucing datang, cepat ganti muka
Segera menjelma, bagai tak tercela
Masa bodoh, hilang harga diri
Asal tak terbukti… ah tentu sikat lagi
       *)  Tikus-tikus tak kenal kenyang,
Rakus-rakus bukan kepalang
Otak tikus memang bukan otak udang
Kucing datang, tikus menghilang
Kucing-kucing yang kerjanya molor
Tak ingat tikus kantor,  datang menteror
Cerdik licik, tikus bertingkah tengik
Mungkin karena sang kucing pura-pura mendelik
Tikus tahu sang kucing lapar
Kasih roti jalan pun lancar
Memang sial, si kucing teramat pintar
Atau mungkin sang kucing, yang kurang ditatar
à …*)


Tugu Pancoran
– Iwan Fals

Si Budi kecil, kuyup menggigil
Menahan dingin, tanpa jas hujan
Di simpang jalan, tugu pancoran
Tunggu pembeli, jajakan Koran
Menjelang magrib, hujan tak reda
Si Budi murung, menghitung laba
Surat kabar sore, dijual malam
Selepas isa, melangkah pulang
Anak sekecil itu, berkelahi dengan waktu
Demi satu impian, yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu, tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang, lemah jarimu terkepang
Cepat Langkah waktu, pagi menunggu
Si Budi sibuk, siapkan buku
Tugas dari Sekolah, selesai setengah
Sanggupkah si budi, diam di dua sisi


Ujung Aspal Pondok Gede
– Iwan Fals

Di kamar ini, aku dilahirkan
Di bale bambu, buah tangan bapakku
Di rumah ini, aku dibesarkan
Di belai mesra lentik jari ibu
Nama dusunku, ujung aspal pondok gede
Rimbun dan anggun, ramah senyum
Penghuni susun
Kambing sembilan, motor tiga bapak punya
Ladang yang luas, habis sudah s’bagai gantinya
Sampai saat, tanah moyangku
Tersentuh sebuah rencana
Dari serakahnya kota
Terlihat murung, wajah pribumi
Terdengar langkah, hewan bernyanyi
Di depan mesjid, samping rumah, wakil pa lurah
Tempat dulu kami bermain
Mengisi cerahnya hari
Namun, sebentar lagi
Ampuh tembok pabrik berdiri
Satu persatu, sahabat pergi
Dan takan pernah kembali


UMAR BAKRI
– Iwan Fals

Tas hitam dari kulit buaya
Selamat pagi, berkata bapak Umar Bakri
Ini hari, Aku rasa kopi nikmat sekali
Tas hitam dari kulit buaya
Mari kita pergi, memberi pelajaran ilmu pasti itu
Murid bengalmu, mungkin sudah menunggu
Laju sepeda kumbang dijalan berlubang
Selalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang
Terkejut dia waktu mau masuk pintu gerbang
Banyak Polisi bawa senjata berwajah garang
Bapak Umar Bakri kaget apa gerangan
Berkelahi pak jawab murid seperti jagoan
Bapak Umar Bakri takut bukan kepalang
Itu sepeda butut dikebut lalu cabut
Kalang kabut cepat pulang    Standing dan terbang
Umar Bakri Umar Bakri Pegawai Negeri
Umar Bakri Umar Bakri
Empat puluh tahun mengabdi
Jadi guru jujur berbakti memang makan ati
Umar Bakri Umar Bakri banyak ciptakan menteri
Umar Bakri   professor dokter insinyur pun jadi
Tapi mengapa gaji guru Umar Bakri seperti dikebiri
Bikin otak orang seperti otak habibi
Tapi mengapa gaji guru Umar Bakri seperti dikebiri

 
WAKIL RAKYAT
 – Iwan Fals 

Untukmu yang duduk sambil Diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Di sana di gedung DPR
Wakil rakyat kumpulan orang hebat
Bukan kumpulan teman-teman dekat
Apalagi sanak pamili
Dihati dan lidahmu kami mengharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam
Dikantong safarimu kami titipkan
Masa depan kami dan negeri ini
Dari sabang sampai merauke
Saudara dipilih bukan dilotre
Kami tak kenal siapa saudara
Kami tak sudi memilih para juara
Juara diam juara heueuh juara haha..ha

Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu setuju


Yang Terlupakan
– Iwan Fals

Denting piano kala jemari menari
Nada merambat pelan
Dikesunyian malam saat datang
Rintik hujan bersama sebuah bayang
Yang takan terlupakan

Hati kecil berbisik ingin kembali padanya
Seribu kata menggoda
Seribu sesal di depan mata
Seperti menjelma saat aku tertawa
Saat memberimu dosa    maafkanlah oh..maafkanlah

Rasa sesal didalam hati
Diam tak mau pergi
Haruskah aku lari dari kenyataan ini
Pernah kumencoba bersembunyi
Namun senyummu tetap mengikuti



1 komentar: